Pakar Psikologi Forensik Tetap Sebut Kasus Di Parigi Itu Perkosaan

- Sabtu, 3 Juni 2023 | 11:19 WIB
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel

Jakarta, Tajuk24.com  -  Kasus Rudapaksa yang terjadi di Parigi Sulawesi  Tengah dinilai adalah pemerkosaan dan bukan persetubuhan oleh berbagai pihak dan menilai pernyataan Kapolda Sulawesi Tengah adalah tak sesuai dengan kejadjannya.

Dilansir dari Kompas TV, menurut konsultan Yayasan Lentera Anak yang juga ahli psikolog forensik, Reza Indragiri Amriel, menegaskan kasus yang menimpa remaja berusia 15 tahun berinisial RO di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, merupakan perkosaan.

Dengan begitu, maka para pelaku kejahatan tersebut dapat dihukum secara maksimal hingga ancaman pidana mati.

"Persetubuhan dengan anak, dalam istilah asing adalah statutory rape. Rape adalah pemerkosaan," kata Reza dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (2/6).

Baca Juga: Kunci Jawaban Game Words Of Wonders (WOW) Harian 3 Juni 2023

Demikian Reza menyatakan hal itu menjawab kerisauan sejumlah pihak terkait dengan pernyataan Kapolda Sulawesi Tengah Irjen Agus Nugroho yang mengatakan bahwa kasus yang menimpa RO adalah persetubuhan anak di bawah umur, bukan pemerkosaan.

Reza mengakui jika dilihat dari istilah yang digunakan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, memang kata yang dipakai persetubuhan dan pencabulan. Kosakata pemerkosaan tidak digunakan dalam undang-undang tersebut.

Namun, dia menegaskan bahwa kasus tersebut adalah pemerkosaan karena istilah statutory rape dipakai untuk mempertegas sekaligus membedakannya dengan rape. Pada rape, kehendak dan persetujuan kedua pihak ditinjau.

Rape hanya terjadi ketika salah satu pihak tidak berkehendak dan tidak bersepakat akan persetubuhan yang mereka lakukan. Hal sedemikian rupa tidak berlaku pada anak-anak.

Baca Juga: Kunci Jawaban Tantangan Harian Tebak Kata Shopee Hari Ini 3 Juni 2023, Yuk Intip!

Kendati anak dianggap berkehendak dan bersepakat, serta-merta kedua hal tersebut ternihilkan. Anak tetap dianggap tidak berkehendak dan tidak bersepakat. 

Dengan demikian, apa pun suasana batin anak ketika disetubuhi, serta merta anak disebut sebagai korban pemerkosaan atau korban persetubuhan.

"Jadi, jangan risau pada diksi yang polisi pakai. Polisi justru berdisiplin dengan istilah yang dipakai dalam UU Perlindungan Anak," ucap Reza.

Reza menuturkan bahwa siapa pun yang menyetubuhi anak tersebut, termasuk oknum anggota Brimob, pasti akan diposisikan sebagai pelaku kejahatan seksual terhadap anak.

Jenis kejahatan seksualnya, lanjut dia, adalah persetubuhan dengan anak atau statutory rape alias pemerkosaan yang ditentukan sepenuhnya oleh hukum, bukan oleh ketiadaan kehendak dan kesepakatan dari pihak korban.

Halaman:

Editor: Ahmad Hasyim

Tags

Terkini

Kota Bandung akan Dilewati LRT

Selasa, 3 Oktober 2023 | 17:21 WIB
X