Api di Bukit Menoreh - Jilid 20 eps 6
Karya: SH Mintardja
"Tidak, Kiai,” sahut Swandaru, “Sidanti benar-benar memerlukan Sekar Mirah sebagai kelanjutan hubungan mereka di kademangan ini dahulu.
Dengan demikian maka sangat besar kemungkinannya bahwa Sekar Mirah akan tetap hidup. Tetapi akibat-akibat lain daripada itulah yang harus kami cegah.”
“Mungkin juga, tetapi ada juga kemungkinan yang lain. Kalau Sidanti harus lari meninggalkan padepokannya karena serbuan pasukan Sangkal Putung dan Pajang, maka Sidanti tidak akan sempat membawa gadis itu.
Baca Juga: Ki Gede Pemanahan akan Mengirim Prajurit Cadangan ke Sangkal Putung
Nah, daripada ia kehilangan Sekar Mirah, maka lebih baik baginya apabila Sekar Mirah itu dibinasakannya sama sekali. Itulah yang harus kita hindari.”
“Oh,” Swandaru memegang kepalanya dengan kedua tangannya, “soal itu akan selalu kembali dan melingkar-lingkar.
Tetapi kita tidak dapat membiarkannya dengan berbantah tanpa berbuat sesuatu di sini.”
Baca Juga: Pembebasan Sekar Mirah Diatur dengan Cermat di Kademangan
Kiai Gringsing mengerutkan keningnya. Muridnya itu agak terlampau berani menjawab setiap kata-katanya.
Tetapi Kiai Gringsing yang sudah lanjut itu dapat mengerti, apakah sebabnya maka Swandaru dan Agung Sedayu itu seakan-akan menjadi kehilangan pengamatan diri.
Maka jawab orang tua itu kemudian, “Karena itu Swandaru. Coba dengarlah, aku akan memberikan beberapa cara yang mungkin dapat ditempuh.”
Kiai Gringsing berhenti sejenak.
Kepada Untara ia berkata, “Angger. Senapati di daerah ini adalah Angger Untara. Meskipun demikian perkenankanlah saya mengusulkan beberapa cara yang mungkin dapat ditempuh.”
“Silahkanlah, Kiai,” sahut Untara.