Namun ketika terdengar orang-orang di halaman itu membentak-bentak ibunya, terasa hatinya tergetar.
Ia tidak akan kehilangan pengamatan diri apabila orang-orang itu membentak-bentaknya bahkan memukulnya.
Tetapi orang-orang itu ternyata membentak-bentak ibunya yang sudah tua. Karena itu, terasa darahnya seakan-akan menjadi semakin cepat mengalir.
Namun ketika bentakan-bentakan itu terdiam, Bramanti mencoba mengatur perasaannya kembali. Bahkan pertanyaan itu timbul lagi di dalam dadanya, “Apakah yang akan kulakukan?”
Dalam pada itu, ia masih mendengar Temunggul memanggilnya. “Bramanti, dimana kau bersembunyi?”
Seluruh halaman rumahmu sudah diawasi. Kau tidak akan dapat melepaskan diri lagi kali ini.”
Dada Bramanti menjadi semakin berdebar-debar. Nafasnya serasa tertahan di kerongkongan ketika ia melihat dari sela-sela pintu kandang yang tidak merapat itu, dua orang berjalan ke kebun rumahnya.
“Kalau kau tidak keluar Bramanti,” suara Temunggul terdengar lagi. “Aku akan memasuki rumahmu dan mencari kau di dalamnya.
Karena itu, supaya ibumu tidak menjadi semakin ketakutan, sebaiknya kau keluar.”
Kata-kata itu benar-benar telah mendebarkan jantungnya. Kalau orang-orang itu memasuki rumahnya, maka ibunya memang akan menjadi semakin ketakutan.
Karena itu, maka ia berbimbang sejenak, apakah tidak sebaiknya ia menampakkan diri. Tetapi sesudah itu lalu bagaimana?”
Ki Tambi kini telah berada di halaman rumah itu lagi. Sekilas ia memandang wajah Panjang. Ia melihat wajah itu pun menjadi tegang.
Namun ketika mereka beradu pandang Panjang menggelengkan kepalanya.
Bersambung