Api di Bukit Menoreh - Jilid 20 eps 9
Karya: SH Mintardja
“Padepokan ini adalah padepokan guruku. Guruku tidak berputra dan berputri. Akulah muridnya dan aku pulalah anaknya.
Aku mempunyai kekuasaan di sini seperti kekuasaan Ki Tambak Wedi sendiri. Nah, renungkan kata-kataku.
Aku sengaja membawamu untuk banyak kepentingan. Memancing orang-orang Sangkal Putung untuk masuk ke dalam perangkapku, termasuk orang-orang Pajang.
Baca Juga: Dimata Sekar Mirah, Sidanti Seorang Pengecut
Dan apabila kau tetap berkeras kepala, maka aku akan mendapatkan kau dengan tidak ada rasa hormat sama sekali.
Aku dapat berbuat apa saja.”
Dada Sekar Mirah hampir meledak karenanya. Tetapi sebelum ia menjawab, maka Sidanti itu pun telah melangkah pergi meninggalkannya seorang diri.
“Tinggallah di situ sampai ada perubahan keadaan yang akan membawamu ke luar,” kata-kata itu terlontar dari sisi pintu yang sesaat kemudian telah didorong dan terbanting keras.
Baca Juga: Besok Pagi Dimulai Perjalanan Misi Penyelamatan Sekar Mirah
Kembali Sekar Mirah tersekat dalam bilik tertutup. Kembali ia melihat dinding-dinding yang membatasi ruangan itu, seperti memisahkannya dari dunia yang membatasi ruangan itu.
Tiba-tiba ia merasa terdampar ke dalam sebuah dunia yang asing. Dunia yang sempit yang dipenuhi oleh perasaan benci, dendam, muak, dan bahkan putus asa.
Dada Sekar Mirah itu pun semakin lama menjadi semakin sesak. Nafasnya seakan-akan tersumbat di kerongkongannya.
Sejenak kemudian ia terhenyak dalam perasaan yang tidak menentu. Namun tiba-tiba ia pun berteriak sedemikian kerasnya sambil menjatuhkan dirinya telungkup ke atas sebuah amben bambu.
Sekar Mirah itu kini sama sekali tidak dapat menahan tangisnya yang meledak-ledak tanpa dapat dikendalikan.