Auwyang Hong sudah lantas bertepuk tangan.
"Bagus, bagus!" serunya. "Cuma sekarang keponakanku sedang terluka, kalau buat adu silat, aku minta supaya itu ditunda sampai ia sudah sembuh."
Mendengar itu, Ang Cit Kong berpikir: "Kau, si Oey tersesat, kau banyak akalnya, jikalau kau majukan ilmu surat, syair atau nyanyi, tentulah muridku yang tolol gagal. Kau bilang kau tidak mau berat sebelah, sebenarnya pikiranmu sudah lain. Maka tidak ada lain jalan, baiklah aku ambil caraku!" Ia lantas tertawa sambil berlenggak, terus ia berkata: "Kita semua tukang silat, kalau kita tidak adu silat, apa kita mesti adu main gembul-gembulan? Keponakanmu terluka, kau sendiri tidak, marilah, mari kita berdua yang main-main lebih dulu!"
Begitu ia selesai bicara, tanpa menantikan jawaban, Ang Cit Kong sudah lantas menyerang ke bahu orang.
Auwyang Hong berkelit, ia mundur.
Ang Cit Kong meletaki tongkat bambunya di meja kecil di sampingnya.
"Kau membalaslah!" ia menantang. Ia menantang tetapi kembali ia menyerang, beruntun hingga tujuh jurus.
Auwyang Hong berkelit berulang-ulang, ke kiri dan ke kanan, habis tujuh serangan itu, dengan tangan kanannya ia menancap tongkatnya, sedang dengan tangan kirinya ia pun membalas tujuh kali.
Oey Yok Su menyaksikan itu, ia bersorak memuji. Ia tidak mau datang memisahkan, karena ingin ia melihat kemajuan orang sesudah berselang duapuluh tahun semejak mereka mengadu kepandaian.
Dua-dua Ang Cit Kong dan Auwyang Hong adalah ketua-ketua partai, pada duapuluh tahun dulu mereka sudah lihay, habis menguji kepandaian di Hoa San, mereka masing-masing menyakinkan lebih jauh kepandaian mereka, bisa di mengerti yang mereka telah maju banyak. Maka sekarang, bertarung di Tho Hoa To ini, mereka beda jauh daripada waktu di Hoa San. Mereka saling serang dengan cepat sekali tetapi semua itu adalah permulaan saja, untuk saling menggertak.
Kwee Ceng menonton dengan perhatian sepenuhnya. Ia melihat gerakan kedua pihak sangat lincah. Untuk kegirangannya, ia mengerti semua jurus itu. Ia telah hapal kitab Kiu Im Cin-keng, sekarang ia mendapat kenyataan, semua gerak-gerik mirip sama kitab itu. Untuk menyaksikan ini, ia mimpi pun tidak. Semua yang ia lihat ini termuat dalam kitab bagian atas. Semua itu ilmu silat yang lihay. Tanpa disadari, ia menjadi gatal sendirinya.
Dengan cepat kedua jago itu sudah bertempur hingga tiga ratus jurus lebih.
Dua-dua Ang Cit Kong dan Auwyang Hong kagum sendirinya, mereka saling memuji secara diam-diam.
Oey Yok Su yang menonton pun kagum, ia menghela napas. Di dalam hatinya ia berkata: "Aku berdiam di Tho Hoa To ini dengan melatih diri sungguh-sungguh, aku percaya setelah Ong Tiong Yang meninggal dunia, aku bakal jadi orang gagah nomor satu di kolong langit ini, siapa tahu sekarang si pengemis tua bangka ini dan si biang racun tua telah mengambil jalannya masing-masing yang hebat sekali!"
Auwyang Kongcu dan Oey Yong sama-sama tegang hatinya, mereka mengahrapi kemenangan pihaknya masing-masing. Mereka mengerti silat tetapi mereka todak mengerti ilmu silatnya dua jago yang lagi bertarung itu. Sama-sama mereka terus mengawasi dengan perhatian penuh.