Justru inilah lihaynya Oek Yok Su. Makin perlahan suara serulingnya, makin besar tenaga menariknya. Begitu Kwee Ceng diam mendengari, bekerjalah pengaruh menarik itu. Irama seruling dan irama bambu bergabung menjadi satu, mestinya pemusatan pikiran si anak muda kena terbetot.
Tetapi Kwee Ceng bukannya lain orang. Coba lain orang, mestinya ia sudah runtuh, tak dapat ia meloloskan diri. Ia pernah menyakinkan ilmu saling serang dengan tangan sendiri, sebagimana ia telah lama berlatih dengan Ciu Pek Thong, maka itu, hatinya satu tetapi ia dapat memecahnya menjadi dua. Maka begitu ia mendengar suara aneh itu, yang membetot keras hatinya, ia memecah hatinya menjadi dua. Ia insyaf akan bahaya yang mengancam. Dengan demikian, sambil menetapi hati, menenangi diri, ia memperdengarkan pula suara sebatang bambunya yang ia pegang dengan tangan kirinya, maka mendengung pulalah suara bung-bung.
Oey Yok Su menjadi terperanjat saking herannya.
"Bocah ini mempunyai kepandaian luar biasa, tidak dapat ia dipandang enteng," pikirnya. Tapi ia penasaran, ia mencoba pula. Tidak lagi ia berdiri diam, dengan mengangkat kakinya, ia bertindak dalam penjuru patkwa, delapan persegi, sembari jalan ia meniup terus serulingnya.
Kwee Ceng masih menepuk terus, kedua tangannya mengasih dengar tepukan yang berbeda, dengan begitu ia bagaikan dua orang yang menentang Oey Yok Su satu orang. Tenaganya pun bertambha sendirinya.
Oey Yocu bukan sembarang orang, makin ditentang ia jadi makin gagah, lalu nada serulingnya menjadi tinggi dan rendah, makin luar biasa terdengarnya iramanya itu.
Kwee Ceng terus melawan, tetap ia mempertahankan diri, sampai mendadak ia dapat merasakan dari suara seruling itu seperti ada hawa dingin yang menyambar kepadanya, bagaikan hawa dingin dari es membungkus dirinya. Tanpa merasa, ia mengigil.
Biasanya suara seruling halus dan lemah mengalun, panjang kali ini perubahannya ialah menjadi keras, bagaikan penyerangan dahsyat, maka itu Kwee Ceng merasakan hawa dingin meresap ke tulang-tulangnya. lekas-lekas ia memusatkan pikirannya lagi, ia memecah dua pula. Ia mengingat kepada matahari panas terik tergnatung di udara, di waktu musim panas memukul besi, atau dengan tangan memegang obor besar memasuki dapur ynag apinya marong dan panas sekali. Pemusatan perumpamaan ini berhasil mengurangi serangannya hawa dingin itu.
Kembali Oey Yok Su menjadi heran. Ia melihatnya ditubuh sebelah kiri Kwee Ceng ada sifat dingin, sebaliknya di tubuh sebelah kanan tertampak keringat keluar tanda dari hawa panas. Ia lantas merubha pula irama lagunya. Ia melenyapkan hawa dinginnya, ia mengganti itu dengan hawa panas dari musim panas.
Kwee Ceng terkejut karena perubahan itu, disaat ia hendak menentang lagi, suara batang bambunya sudah menjadi kacau sendirinya.
Oey Yok Su menyaksikan itu, katanya dalam hatinya: "Kalau ia memaksa melawan, ia masih dapat bertahan sekian lama, hanya kalau ia tetap terserang terus hawa panas dan dingin bergantian, kesudahannya ia bakal dapat sakit berat." Karena memikir demikian, ia berhenti meniup serulingnya, maka sedetik saja, iramanya seperti lenyap di rimba. Maka berhentilah lagu seruling itu.
Kwee Ceng segera mengerti orang telah mengalah terhadapnya, ia lantas berlompat bangun, untuk memberi hormat kepada Oey Yok Su seraya menghanturkan terima kasih untuk kebaikan hati orang, yang ia bahsakan "Oey Tocu."
Oey Yok Su heran hingga ia mau menduga; "Bocah ini masih sangat muda usianya, siapa tahu ilmu dalamnya begini bagus. Mustahilkah sengaja ia memperlihatkan sikap ketolol-tololan sedang sebenarnya ia cerdas luar biasa? Jikalau tapat dugaanku ini, anakku mesti dijodohkan dengannya. Baiklah aku mencoba pula!"
Begitulah ia tersenyum.
"Kau baik sekali!" katanya manis. "Kau masih memanggil Oey Tocu kepadaku?"