Dengan cepat mereka sudah tiba di atas sumur tua. Tiba-tiba kakek itu membuat gerakan dan tubuhnya sudah meloncat turun dari atas punggung Priyadi.
Di bawah sinar bulan yang cukup terang Priyadi kini dapat melihat kakek itu dengan jelas. Keadaan kakek itu memang mengerikan.
Tubuh yang seperti jerangkong itu saja sudah mengerikan. Wajahnya seperti tengkorak hidup, akan tetapi sepasang matanya mencorong. Kini Priyadi dapat melihat dia berdiri, bukan berdiri di atas kedua kaki seperti biasa, melainkan bersimpuh.
Kedua kakinya ditekuk tidak berdaya. Agaknya dia lumpuh dari paha ke bawah. Akan tetapi ketika dia mendekati Priyadi, tubuhnya mencelat seperti seekor katak saja, ringan dan cepat.
Kiranya kakek ini dapat leluasa bergerak dengan berloncatan, akan tetapi tentu saja kemampuan itu tidak cukup untuk membuat dia dapat keluar dari dalam sumur yang cukup dalam itu.
"Priyadi, aku harus tinggal di mana? Jangan sampai terlihat orang lain, aku tidak ingin menjadi perhatian orang sebelum dapat berpakaian dan muncul secara wajar di depan orang banyak." kata kakek itu, agak bingung.
"Nah, jelaslah bahwa eyang membutuhkan aku, bukan? Jangan khawatir, eyang. Mari kita pergi ke balik bukit. Di sana terdapat banyak gua dan tempat itu jarang didatangi orang.”
“Eyang dapat tinggal di salah satu gua-gua itu untuk sementara waktu. Apakah eyang minta digendong lagi?"
"Tidak perlu. Setelah berada di sini, aku dapat bergerak sendiri. Apa kau kira akan dapat berlari lebih cepat daripada aku? Hayo tunjukkan ke mana kita akan pergi!"
Priyadi menunjuk ke puncak bukit. "Kita akan melalui puncak bukit itu. lalu turun ke balik puncaknya."
"Bagus. Mari kita berlomba, siapa yang dapat sampai ke puncak itu lebih dulu!"
Tentu saja Priyadi memandang rendah kepada kakek itu. Sesakti-saktinya, kakek yang kedua kakinya sudah lumpuh itu mana mungkin bisa berlari cepat?
"Engkau akan kalah, eyang. Aku sudah mempelajari Aji Harina Legawa dan bisa berlari cepat seperti seekor kijang."
"Ha-ha-ha. Aji Harina Legawa? Aku menguasai aji kecepatan yang jauh lebih dari itu. Kusebut aji itu Aji Tunggang Maruto. Hayo kita berlumba. Berangkatlah engkau lebih dulu, nanti kususul!"
Priyadi tidak percaya akan tetapi juga merasa girang. Kalau benar kata kakek itu, berarti dia akan dapat mempelajari banyak ilmu yang hebat-hebat dari kakek ini!