"Hemm, kalau pamanmu Bhagawan Jaladara menolak untuk menyerahkan pecut Bajrakirana, biar aku sendiri yang akan menghadapinya." kata Bhagawan Sindusakti.
"Akan tetapi aku sungguh tidak mengerti dan masih merasa heran sekali mendengar bahwa mendiang Bapa Guru Limut Manik menyerahkan kitab-kitab pelajaran pecut Bajrakirana dan pedang Kartika Sakti kepada Sutejo dan Wandansari.”
“Padahal Bapa Guru pernah bercerita bahwa kedua ilmu simpanan dari aliran Jatikusumo itu tidak akan diturunkan kepada siapapun Juga. karena kedua ilmu itulah yang sanggup menundukkan iblis itu."
Priyadi terkejut dan teringat akan gurunya yang masih menjadi rahasia. "Bapa Guru, siapa yang Bapa Guru maksudkan dengan iblis yang hanya dapat ditundukkan oleh kedua ilmu pusaka itu?" tanyanya.
Bhagawan Sindusakti tampak terkejut, dan dia merasa bahwa dia telah kelepasan bicara. "Ah, tidak... dia adalah seorang jahat yang sakti mandraguna, akan tetapi telah ditundukkan oleh mendiang eyang guru kalian," jawabnya mengelak.
Akan tetapi Priyadi tidak merasa puas. Dia yakin bahwa apa yang disinggung gurunya itu mengenai Resi Ekomolo, maka diapun mengejar dengan hati-hati agar jangan membocorkan rahasianya.
"Bapa guru, saya telah mengenal saudara-saudara seperguruan Bapa guru, yaitu mendiang Paman Bhagawan Sidik Paningal dan Paman Bhagawan Jaladara. Akan tetapi saya tidak mengenal siapa saudara seperguruan mendiang Eyang Resi Limut Manik.”
“Jatikusumo adalah sebuah perguruan besar, kiranya tidak mungkin kalau yang mewarisi hanya mendiang Eyang Guru seorang.”
“Saya kira perlu sekali bagi saya untuk mengenal siapa adanya para paman eyang guru agar kelak kalau bertemu dengan murid-murid dan keturunan mereka tidak akan menjadi asing, Bapa Guru."
Bhagawan Sindusakti menghela napas dan sampai beberapa lamanya tidak dapat menjawab.
"Apa yang dikatakan Kakang Priyadi itu ada benarnya, Bapa Guru. Saya sendiri juga ingin sekali mengetahui siapa adanya para paman eyang guru saya." kata Cangak Awu, raksasa muda itu.
"Kami berdua juga ingin sekali mendengar riwayatnya, Bapa Guru.” kata Mahesoseto dan isterinya, Rahmini mengangguk menyetujui.
Beberapa kali Bhagawan Sindusakti menghela nafas panjang. "Hemm, agaknya riwayat itu memang sudah semestinya kalian ketahui agar dapat kalian jadikan contoh.”
“Baiklah, akan kuceritakan semuanya mengapa kedua pusaka itu tidak diajarkan kepada para murid, dan mengapa pula Pecut Sakti Bajrakirana menjadi pusaka lambang kebesaran Jatikusumo….."
Kembali Bhagawan Sindusakti berhenti sampai lama dan beberapa kali menghela napas panjang. Sementara itu, empat orang muridnya menunggu dan mendengarkan dengan penuh perhatian.