"Dia telah membilang, jikalau dia tidak bicara, ia nanti terjun ke laut untuk tubuhnya dipakai memelihara ikan cucut," ia menyahuti. "Kali ini dia tidak menyangkal."
Kwee Ceng kaget tidak terkira.
"Dia…dia…" serunya. Ia mengangkat kakinya, berniat lari keluar. Tapi keras cekalannya See Tok, ia terus ditarik kembali.
Auwyang Kongcu pun menggeraki tangannya maka ujung pedangnya membuat baju orang pecah dan dan membentur tubuh.
Auwyang Hong menuding ke meja di mana ada alat-alat tulis.
"Di jaman ini cuma kau satu orang yang mengetahui seluruh isi kitab," ia berkata bengis, "Maka lekaslah kau tulis semua ittu!"
Anak muda itu menggeleng kepala.
Auwyang Kongcu tertawa.
"Kau tahu," katanya, "Sayur dan arak yang tadi kau gegares bersama si pengemis tua telah dicampuri racun, jikalau kamu tidak makan obat pemunah istimewa buatan kami, dalam tempo duabelas jam diwaktu mana racunnya bekerja, kamu akan mampus seperti itu ikan-ikan hiu di dalam laut! Asal kau sudah menulis, jiwa kamu berdua bakal diberi ampun…."
Kwee Ceng kaget. "Baiknya suhu cerdik, kalau tidak, tentulah kita celaka!" pikirnya.
Menampak orang berdiam saja, kemabali Auwyang Hong tertawa dingin.
"Kau telah mengingat baik bunyinya kitab, kau tulislah, untukmu tidak ada ruginya sedikit juga," ia membujuk. "Apa lagi yang kau sangsikan?"
Mendadak kwee Ceng memberikan penyahutannya yang berani: "Kau sudah membikin celaka kakak angkatku, denganmu aku mendendam sakit hati dalamnya seperti lautan! Jikalau kau hendak bunuh, kau bunuhlah! Untuk memikir aku sudi menyerah, itulah pikiran yang tidak-tidak!"
"Hm, bocah yang baik!" kata Auwyang Hong dingin. "Kau benar bersemangat! kau tidak takut, baik, tetapi apakah kau juga tidak hendak menolongi jiwa gurumu?"
Belum lagi Kwee Ceng memberikan jawabannya, pintu perahu bagian belakang itu bersuara sangat nyaring, lalu daun pintunya ambruk dan pecah berantakan, yang mana disusul sama sambarannya air yang mengarah ke mukanya Auwyang Hong.