Justru itu si petani dan si tukang pancing, sambil berseru, menyerang dari kiri dan dari kanan!
Eng Kouw tidak menangkis, ia hanya berkelit. Ia mendak, lalu ia molos bagaikan ular licin di bawahan tangan kedua penyerangnya itu. Berbareng dengan itu, si tukang pancing mendapat cium bau yang harum sekali, hingga ia terkejut, hingga lekas-lekas ia menggeser incarannya, khawatir mengenai tubuh nyonya itu.
“Bagaimana, he!” membentak si petani gusar. Dengan sepuluh jarinya yang kuat, ia menyambar ke pinggang bekas selir raja itu.
“Jangan kurang ajar!” membentak si tukang kayu.
Si petani tidak menghiraukan bentakan itu, ia meluncurkan terus tangannya, hingga ia mengenakan sasarannya, hanya untuk herannya, ia membentur sesuatu yang licin, hingga ia tidak dapat mencengkeramnya!
Demikian dengan ilmu lindungnya, Eng Kouw meloloskan diri dari rintangannya tiga bekas menterinya itu, maka sekarang tahulah ia mereka itu tidak dapat mencegah padanya. Karena ini, ia lantas membalas, sebelah tangannya melayang kepada si petani.
Melihat demikian, si pelajar menyerang dengan totokannya, ke lengan bekas selir itu, tetapi ini bekas junjugan wanita tidak memperdulikannya, bahkan dia juga mengeluarkan jari tangannya, memapaki totokan itu, hingga tangan mereka bentrok seketika.
Bukan main kagetnya si pelajar, hingga dia berseru. Bentrokan itu membikin dia merasa sangat sakit, tubuhnya pun lantas roboh terbanting.
Si tukang kayu dan si tukang pancing berlompat, guna menolongi kawannya itu.
Si petani dengan kepalannya menyerang Lauw Kui-hui, untuk merintangi nyonya itu nanti menyusuli serangannya kepada kawannya yang roboh itu. Tangannya ini keras bagaikan besi.
Eng Kouw hendak menguji kepandaiannya yang ia ciptakan sendiri selama hidup menyendiri di rawa lumpur hitam, ia tidak menyingkir dari serangan itu. Sikapnya ini membikin kaget penyerangnya. Karena si petani pikir, kalau ia mengenakan sasarannya, tentulah hancur lebur batok kepalanya kui-hui itu. Ia lanats menarik pulang tetapi dengan begitu kepalannya itu mengarah juga hidung Eng Kouw!
Nyonya itu berkelit dengan cepat, kepalan lewat di depan hidungnya, mengenaka pipi si nyonya. Justru ia terkejut, justru tangannya dapat kena ditangkap. Ia kaget dan berontak, atau ia lantas merasakan tangannya sakit, sebab tangan itu kena dibikin patah! Ia mengertak gigi, tanpa menghiraukan tangannya yang patah itu, dengan tangan kanannya, ia segera menotok ke ceglokan sikut.
Si pelajar berempat telah mendapat pelajaran baik dari guru mereka, meski belum mereka mewariskan ilmu silat It Yang Cie, buat di dunia kangouw, sudah jarang ada tandingan mereka, maka mereka tidak menyangka pada diri Eng Kouw mereka seperti membentur batu. Tentu sekali, saking kerasnya niatnya menuntut balas, si nyonya pun mempelajari senjata rahasia yang berupa jarum emas. Ia mengambil dasar dari gerakan menyulam. Telunjuk kanannya dipakaikan gelang seperti cincin emas, pada cincin itu ada tiga batang jarumnya yang dipakaikan racun. Demikian sambil tertawa dingin, ia menyambut si petani
Bagaikan orang menusuki diri pada jarum, demikian si petani. Begitu tangannya tertusuk, begitu ia menjerit, begitu ia roboh seperti si pelajar tadi!
“Hm! paduka congkoan!” Eng Kouw tertawa dingin. Ia lantas nerobos maju.