Pada suatu senja belasan hari kemudian, Swi Liang diperbolehkan mengaso karena malam itu kaisar akan mengunjungi selirnya yang tercinta. Tempat itu penuh dengan pengawal-pengawal pribadi Kaisar sendiri.
Swi Liang lalu mengundurkan diri ke dalam kamarnya, sebuah kamar yang amat indah dan berdekatan dengan kamar para pelayan utama atau pelayan pribadi selir Kaisar itu.
Selagi duduk melamun sendiri di dalam kamarnya, mencari akal bagaimana untuk memulai tugasnya merayu dan memikat hati Yang Kui Hui, tanpa sengaja dia membayangkan keadaan selir itu sehingga jantungnya berdebar penuh nafsu dan gairah.
Selir itu memang cantik luar biasa, dan ketika mandi atau bertukar pakaian, dia dapat menyaksikan seluruh bagian tubuh yang padat dan amat menggairahkan itu.
Pernah dia membantu pelayan menyelimutkan kain setelah selir itu mandi. Jari-jari tangannya menyentuh kulit yang halus, lunak, dan hangat, dan tercium pula olehnya bau semerbak harum dari tubuh selir itu.
Keharuman yang khas dan alangkah jauh bedanya antara kecantikan dan tubuh indah selir itu dibandingkan dengan subonya!
"Enci Liang Cu! kenapa melamun saja?" seorang gadis cantik berbaju hijau menegurnya sambil tertawa-tawa, di belakangnya masuk pula seorang gadis cantik berbaju merah. Mereka itu adalah dua orang pelayan pribadi Yang Kui Hui, dua orang gadis cantik jelita yang genit-genit.
"Ah, Enci Liang Cu orangnya pendiam amat sih, tidak mau bersenda-gurau dengan kami.”
Swi Liang tersenyum menekan jantungnya yang berdebar-debar dan menahan matanya agar jangan terlalu melotot melahap kecantikan dua orang gadis itu.
"Ahh, aku lelah dan sedang beristirahat. Jarang ada kesempatan beristirahat seperti ini...," kata Swi Liang.
"Mari temani kami main thioki (kartu) di kamarku, Enci Liang Cu!" kata Si Baju Hijau.
"Ya, marilah, Enci Liang Cu. Tidak enak hanya bermain berdua. Marilah, sambil kita berkenalan lebih erat lagi. Kenapa sih? Bukankah kita ini rekan-rekan yang berkerja di sini?" kata Si Baju Merah sambil menarik tangan Swi Liang.
Tak dapat lagi Swi Liang menolak karena hal ini akan mendatangkan kecurigaan. Apalagi memang dia sudah rindu sekali akan sentuhan tangan wanita cantik setelah belasan hari berpisah dari subonya.
Kedua orang gadis itu tertawa-tawa, menggandeng kedua tangan Swi Liang dan membawanya kedalam kamar Si Baju Hijau yang berbau harum. Sebuah meja bundar rendah telah dipersiapkan di tengah kamar, di dekat pembaringan.
Di sekeliling meja itu terdapat tikar yang ditilami kasur dan bantal. Selain kartu untuk main, juga di atas meja terdapat seguci arak wangi dan cawan-cawan kecil, juga beberapa macam kue kering.