Berpikir sampai di sini, tak tahan lagi Li Bok-chiu menghela napas panjang.
“Tadi kau bilang ada yang hendak dikatakan padaku, nah, katakanlah lekas,” terdengar Siao-liong-li memecahkan kesunyian Semula Li Bok-chiu hendak menghina dan membikin malu Siao-liong-Ii karena bergendak dengan lelaki dan merusak nama baik perguruan, namun demi melihat Siu-kiong-seh sang Sumoay masih belum lenyap, ia berbalik bungkam.
“Sumoay, kedatanganku ialah untuk minta maaf padamu,” akhirnya ia berkata sesudah merenung sejenak.
Tentu saja hal ini sama sekali tak diduga Siao-liong-Ii, ia cukup kenal watak sang Suci yang sombong dan angkuh, tidak nanti dia mau tunduk pada orang lain, siapa tahu kini bisa buka mulut minta maaf padanya, ia menjadi ragu2 apa orang tiada maksud2 tertentu. Karenanya dengan dingin2 saja ia menjawab: “Kau lakukan urusanmu dan aku kerjakan urusanku masing2 tentu anggap diri sendiri yang betul tidak perlu kau minta maaf segala.”
“Sumoay, dengarlah kataku,” kata Li Bok-chiu, “kita yang menjadi wanita ini, selama hidup paling beruntung yalah bila mempunyai seorang kekasih yang berhati tulus, Nasibku sendiri jelek, itu sudah tak perlu dibicarakan lagi, tetapi pemuda ini begini baik terhadapmu, maka boleh dikatakan kau tidak kekurangan apa2 lagi hidupmu ini,”
Siao-Iiong-Ii tersenyum senang oleh kata-kata sang Suci, ,”Ya, sesungguhnya akupun sangat suka padanya,” katanya kemudian. “Selamanya dia tak akan-mengingkari aku, aku yakin benar”.
Rasa hati Li Bok-chiu menjadi lebih pedih oleh keterangan Siao-liong-li itu.
“Kalau begitu seharusnya kau turun gunung saja untuk hidup baru yang menggembirakan, hen-daklah diketahui, usiamu masih muda, hari depan-mu yang bahagia masih tidak habis2nya.”
Siao-liong-li mendongak, ia ter-menung2.
“Ya, memang, cuma sayang kini sudah terlambat,” akhirnya ia berkata.
“Sebab apa ?” tanya Li Bok-chiu cepat.
“Bukankah Toan-Iiong-ciok itu sudah menutup, sekalipun Suhu hidup kembali, juga tak mungkin bisa keluar,” sahut Siao-Iiong-li.
Bukan buatan rasa kecewa Li Bok-chiu oleh jawaban orang, ia sengaja merendah diri dan me-muji2 orang dengan putar lidah, memangnya ia berharap bisa menimbulkan keinginan Siao-liong-li untuk mencari hidup, dengan apa yang dikenal Siao-liong-li keadaan kuburan kuno ini tentu dapat mencari satu jalan keluar, siapa tahu akhirnya tetap putus asa.
Karena itu, tanpa terasa napsu membunuhnya mendadak timbul, begitu tangannya diangkat, segera ia menghantam ke atas kepala Siao-liong-li.
Sejak tadi Yo Ko mendengarkan percakapan mereka disamping dengan bingung, ketika tiba2 melihat Li Bok-chiu menyerang, dalam gugup dan kuatirnya, otomatis ia berjongkok lalu berteriak “kok” sekali, kedua telapak tangannya didorong pula ke depan.