Pelarian dari Bu-tong-pai ini diterima dengan baik oleh Kiam-mo Cai-li Liok Si yang memperoleh kesempatan untuk menonjolkan jasanya. Segera Rawa Bangkai dijaga dengan kuat sekali dan Liok Si menghibur The Kwat Lin atas kegagalan muridnya.
"Aku hanya merasa kecewa sekali mengenangkan murid-muridku," kata The Kwat Lin dengan suara gemas.
"Swi Nio telah mengkhianatiku, lari dengan seorang mata-mata musuh entah dari mana dan pengharapanku tadinya tinggal kepada Swi Liang.”
“Dia sampai terbuka rahasianya dan tertangkap, hal itu katakanlah sebagai suatu kegagalan yang menyedihkan. Akan tetapi mengapa dia membocorkan rahasia Pangeran Tang Sin Ong sehingga Pangeran itu pun dihukum mati?”
“Dengan matinya Pangeran Tang Sin Ong habislah harapan kita!" The Kwat Lin menghela napas panjang dan mengepalkan tinjunya dengan hati gemas.
"Aahhh, seorang yang memiliki ilmu kepandaian seperti Pangcu, mengapa mudah sekali putus asa?" Liok Si mencela.
"Hem, Cai-li, jangan kau menyebutku Pangcu lagi. Aku bukan lagi ketua Bu-tong-pai setelah kini menjadi pelarian pemerintah. Dan aku tidak membutuhkan perkumpulan itu. Siapa yang tidak akan putus asa?”
“Cita-cita kita kandas setengah jalan. Betapa pun tinggi kepandaian kita, menghadapi pasukan pemerintah yang puluhan laksa banyaknya, kita dapat berbuat apa?"
Kiam-mo Cai-li tersenyum. Dia maklum bahwa wanita yang amat lihai ini memiliki cita-cita yang besar sekali.
"The-pangcu... eh, Lihiap, seorang dengan kepandaian seperti engkau tentu dapat mencari kedudukan dengan mudah sekali."
"Hemm, mana mungkin? Pemerintah telah menganggapku sebagai pemberontak dan aku akan selalu menjadi pelarian dan buruan pemerintah.”
“Lagipula, aku adalah seorang bekas ratu. Oleh karena itu cita-citaku hanya satu, yaitu aku akan berusaha sekuat tenaga supaya puteraku memperoleh kedudukan yang sepadan dengan darah keturunannya."
Kiam-mo Cai-li mengangguk-angguk. "Memang sepatutnya... sudah sepatutnya..., dan aku bersedia membantumu asal kelak kau tidak akan melupakan bantuanku."
The Kwat Lin memegang tangan datuk wanita itu dan memandang tajam.
"Kiam-mo Cai-li, kita bukan anak-anak kecil lagi. Kita sama-sama wanita dan kita saling mengetahui isi hati masing-masing.”