Api di Bukit Menoreh, Jilid 11 episode 8
Karya: SH Mintardja
Cukup!” teriak Tundun. Tetapi terasa suaranya ragu-ragu, sebab ia pernah mengenal anak muda itu di medan pertempuran. Namun ia menjadi heran.
Kenapa kali ini anak muda itu tidak berada di medan? Apakah ia mendapat tugas khusus dari Untara untuk mendatangi perkemahan ini?
Tetapi anak muda itu masih tertawa. Suaranya semakin menyakitkan hati. Bahkan suara tertawa itu menjadi semakin dibuat-buat agar yang mendengar menjadi marah.
Baca Juga: Seorang Anak Muda mendatangi perkemahan Sumangkar
“Jangan membentak-bentak. Aku ingin berjalan berkeliling kemah ini. Kau dengar. Kalau kau berani, halangi aku. Berempat, atau panggil kawan-kawanmu yang lain. Kalau tidak, biarkan aku berjalan-jalan di sini.”
Bajang masih heran melihat Tundun, pemarah itu, masih berdiri saja di tempatnya. Biasanya, dalam keadaan yang demikian, ia pasti sudah berlari menyerbu dengan garangnya.
Tetapi kini Tundun itu masih tegak seperti patung meskipun terdengar giginya gemeretak. Bahkan sekali lagi ia memandang berkeliling. Dua orang anak buahnya, dan Bajang.
Baca Juga: Pertengkaran Bajang dan Tundun di perkemahan
Kemudian berempat dengan dirinya sendiri. Meskipun baru saja ia bertengkar dengan Bajang, namun ia mengharap Bajang tidak mengkhianatinya.
Meskipun demikian, kalau perlu ia dapat memanggil orang-orangnya yang lain dengan sebuah tanda yang telah mereka tentukan. Empat atau lima orang akan datang bersama-sama.
Tetapi apabila langsung mereka terlibat dalam perkelahian, setidak-tidaknya mereka berempat lebih dahulu yang harus bertahan.
Baca Juga: Tundun membentak Sumangkar saat di Dapur
Mungkin berlima dengan Sumangkar. Tetapi Sumangkar itu tidak dilihatnya. Dan Sumangkar bagi Tundun adalah seorang tua pemalas yang sama sekali tidak berguna.