"Kiam-mo Cai-li? Siapa dia? Dan di mana tempat tinggalnya?" Swat Hong mendesak dan wajahnya berseri karena timbul pengharapan lagi di dalam hatinya.
“Dia adalah seorang datuk kaum sesat, sorang wanita yang tinggi ilmunya dan telah bersekutu dengan The Kwat Lin untuk membantu pemberontak. Kiam-mo Cai-li tinggal di Rawa Bangkai, di kaki pegunungan Lu-liang-san, tidak begitu jauh dari sini."
"Suheng, tunggu apa lagi? Mari kita cepat pergi ke Lu-liang-san!" Swat Hong dengan penuh semangat sudah bangkit berdiri.
Sin Liong terpaksa juga bangkit berdiri, akan tetapi Ketua Bu-tong-pai itu berkata,
"Harap Ji-wi berhati-hati. Rawa Bangkai merupakan daerah yang sangat berbahaya.”
“Selain dua wanita itu amat sakti, juga Kiam-mo Cai-li mempunyai banyak anak buah. Bahkan kaki tangan The Kwat Lin yang tadinya berada di sini sekarang pun ikut pergi bersamanya."
"Terima kasih atas peringatan Lo-cianpwe," kata Sin Liong sambil memberi hormat dan karena dia pun merasa amat tidak enak telah mengganggu orang-orang tua di Bu-tong-pai ini, dia cepat mengajak sumoi-nya pergi dari situ. Setelah berpamit, sekali berkelebat saja dua orang muda itu lenyap.
Kui Tek Tojin menghela napas dan mengelus jenggotnya, "Siancai..... dua orang muda yang amat luar biasa. Pinto yakin bahwa mereka tentulah orang-orang dari Pulau Es juga.”
“Gerakan mereka aneh seperti gerakan Kwat Lin, akan tetapi kalau Pulau Es telah membuat Kwat Lin menjadi seperti iblis, dua orang muda itu seperti dewa!"
Sementara itu dalam perjalanan Sin Liong dn Swat Hong……
"Suheng, bukankah di lereng puncak yang sana itu tempatnya?"
"Kalau tidak salah memang di sana, Sumoi. Akan tetapi sekali ini kita melakukan pekerjaan yang amat berbahaya, maka kuharap Sumoi mau bersikap tenang dan sabar, tidak tergesa-gesa."
Swat Hong mengangguk, mengeluarkan sapu-tangan sutera dan menghapus keringat dari leher dan dahinya.
Mukanya kemerahan, pipinya seperti buah tomat masak, matanya bersinar-sinar penuh semangat, rambutnya agak kusut dan anak rambut di dahinya basah oleh keringat.