JAKARTA, Tajuk24.com - Pada masyarakat Jawa, pernikahan dianggap bukan hanya sebuah peristiwa bertambahnya keluarga baru, namun juga bentuk ikatan yang terdiri dari dua keluarga besar.
Kedua keluarga besar bisa jadi memiliki banyak perbedaan latar belakang. Peristiwa pernikahan yang adalah peristiwa monumental sehingga sangat wajar bila dirayakan melalui berbagai tahapan prosesi yang panjang dan sarat dengan simbol-simbol.
Upacara siraman adalah salah satu wujud simbol adat Jawa yang masih bertahan. siraman berasal dari kata siram yang artinya mengguyur. Biasanya dilaksanakan satu hari sebelum ijab kabul dilaksanakan. Jamnya juga tertentu yaitu antara jam 10.00 pagi atau jam 15.00 WIB.
Penentuan jam ini bukan dilakukan sembarang. Jam 10.00 dan jam 15.00 dipercaya adalah waktu saat bidadari turun ke sungai untuk mandi. Pengantin adalah representasi dari seorang manusia yang cantik dan menawan. Oleh karenanya waktu mandinya sebaiknya sama dengan waktu mandi bidadari.
Dalam upacara siraman, kedua mempelai akan diguyur air yang dicampur dengan beraneka ragam bunga. Makna dari upacara siraman ini adalah membersihkan baik fisik maupun jiwa. Membersihkan segala hal yang menjadi gangguan supaya saat prosesi ijab kabul tidak ada aral melintang.
Baca Juga: KIDO BUTAI (3): Persahabatan Sales Sampanye dan Anak Menteri, Berujung Diserangnya Pearl Harbor
Dalam upacara siraman juga terkandung tujuan luhur yaitu memohon berkah dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa agar kedua mempelai dibersihkan dari segala keburukan. siraman juga dimaknai sebagai simbol tekad kedua pengantin untuk berprilaku, bertindak, dan bertutur kata yang bersih dan baik selama menjadi suami istri.

Peranti atau Ubarampe dalam siraman
1. Air siraman atau banyu peritosari
Air ini dicampur dengan bunga setaman, yaitu mawar, melati, dan kenanga.
Air yang digunakan harus berasal dari beberapa tempat yang berbeda. Sumber air dapat berasal dari air keraton, air tempuran dua aliran sungai, atau sumur-sumur tua.
Sumber dari tujuh tempat yang berbeda melambangkan harapan hidup untuk saling tolong menolong. Tujuh dalam bahasa Jawa adalah 'pitu', yang dimaknai dengan saling 'pitulungan' atau saling tolong menolong.
Ke dalam air juga biasanya dimasukkan dua buah kelapa yang terikat. Air siraman juga ditambahi air kelapa hijau.